BAB I
PENDAHULUAN
Museum merupakan wadah melestarikan benda-benda pembuktian sejarah manusia dan alam. Benda-benda tersebut merupakan hasil dari karya, cipta, dan karsa manusia yang berwujud budaya. Benda-benda tersebut di dalam museum disebut dengan nama “Koleksi”. Koleksi adalah inti dari sebuah museum, yang pada setiap koleksinya mengandung gagasan, ide, nilai dan norma dari yang membuatnya atau yang mengadakannya.
Museum memberikan informasi yang kongkrit tentang masa lalu dan sebagai salah satu pusat informasi budaya bangsa. Museum tidak hanya bertugas mengumpulkan benda-benda warisan budaya, akan tetapi museum juga bertugas mengumpulkan publik. Seperti misalnya Museum La Galigo. Museum La Galigo merupakan satu-satunya museum di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yang berguna untuk mengetahui Propinsi Sulawesi Selatan. Berbagai jenis koleksi museum, tertata rapi di Museum La Galigo ini.
Museum La Galigo terletak di dalam Benteng Fort Rotterdam, Jl. Ujungpandang No. 1 Makassar, Sulawesi Selatan. Museum La Galigo berjarak sekitar 600 meter dari pusat Kota Makassar (Lapangan Karebosi). Museum La Galigo sangat mudah diakses. Wisatawan dapat mencapai Benteng Fort Rotterdam dengan menggunakan angkutan umum, taksi, atau fasilitas transportasi hotel. Tiket masuk ke dalam museum hanya dikenakan biaya untuk dewasa sebesar Rp. 3000, sedangkan untuk anak-anak hanya Rp. 2000.
Gedung museum La Galigo terbagi atas dua, yaitu gedung nomor dua dan gedung nomor sepuluh. Gedung museum La Galigo yang bernomor dua dapat dijumpai di Kompleks Benteng Fort Rotterdam, yang ketika melalui pintu gerbang Benteng, lalu membelok ke kiri dan akan menjumpai suatu gedung bergaya Eropa, bekas kediaman “Admiral C. Speelman” pada zaman Hindia Belanda. Sedangkan gedung museum La Galigo yang bernomor sepuluh, terletak di sebelah selatannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba untuk menulis mengenai “Display Museum La Galigo”. Tulisan ini akan menguraikan museum La Galigo yang bernomor dua, yang akan menjelaskan mengenai koleksi-koleksi yang ditunjukkan, serta aturan ruangan koleksi dalam museum La Galigo tersebut. Adapun Museum La Galigo yang bernomor sepuluh, penulis tidak mengangkatnya pada kesempatan kali ini karena pada saat penulis melakukan kunjungan untuk menulis tulisan ini, museum tersebut sedang di konservasi oleh BP3.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Museum La Galigo
Museum yang pertama berdiri di Sulawesi Selatan adalah Celebes Museum pada tahun 1938, yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Kota Makassar sebagai ibukota Gouvernement Celebes en Onderhoorigheden (Pemerintahan Sulawesi dan Daerah Taklukannya). Kepala Museum pada saat itu adalh Tuan Ness. Celebes Museum bertempat di Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) dan menempati bekas gedung kediaman Laksamana Cornelis Speelman, yaitu Gedung No.2.
Menjelang kedatangan Jepang di Kota Makassar, Celebes Museum telah menempati tiga gedung, yaitu Gedung No.2, Gedung No.5, dan Gedung No.8. Namun pada masa pendudukan Jepang, kegiatan museum terhenti, dan mulai dirintis kembali oleh para budayawan setelah pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT). Museum berdiri kembali pada tahun 1966, meski tidak dalam status resmi. Koleksi diperoleh dari sumbangan para budayawan, ditambah lagi dari koleksi Yayasan Matthes, Yayasan Pusat Kebudayaan Indonesia Timur, dan milik Inspeksi Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan.
Empat tahun kemudian, dengan surat keputusan Gubernur (1970), museum secara resmi berdiri dengan nama Museum La Galigo. Selanjutnya melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1979), nama museum berubah menjadi Museum La Galigo Propinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 1988, Direktur Jenderal Kebudayaan melalui Direktur Permuseuman Jakarta mengeluarkan keputusan tentang penyeragaman nama museum negeri tingkat propinsi seluruh Indonesia, yaitu mendahulukan nama propinsinya masing-masing kemudian diikuti nama lokalnya. Dengan demikian sekali lagi museum berganti nama menjadi Museum Museum Negeri Propinsi Sulawesi Selatan La Galigo. Di era otonomi, melalui surat keputusan Gubernur (2001), nama museum diganti menjadi UPTD Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Selatan.
2.2. Tata Pameran Museum La Galigo
Museum La Galigo yang bernomor 2 ini, terletak di sebelah kiri pintu gerbang Benteng Fort Rotterdam. Gedung Museum Lagaligo No. 2, pada masa Hindia Belanda merupakan kediaman Laksamana Cornelis Speelman. Kediaman Speelman ini, sekarang difungsikan sebagai ruang pameran Museum La Galigo. Gedung ini terdiri dari dua lantai, lantai pertama terdapat delapan ruangan dan lantai kedua sebanyak empat ruangan. Di lantai I (pertama) disajikan beberapa koleksi, yang di atur pada:
Ruangan 1 terdiri dari:- Maket Benteng Ujung Pandang
- Benda-benda/bahan bangunan benteng
- Peta Lokasi Benteng kerajaan Gowa
- Foto-foto Gedung yang dipugar
- Lukisan Prasejarah
- Alat batu prasejarah
- Koleksi Arkeologi
- Disajikan Koleksi Prasejarah (erong, dll)
- Lukisan
- Sistem penguburan megalithikum
- Gudang
- Disajikan koleksi Numismatik/uang prasejarah
- Koleksi Arkeologi
- Koleksi mata uang zaman Jepang, kemerdekaan, uang ORI dan uang tahun 1946 keatas
- Koleksi Etnografi (saringan air)
Kemudian dilanjutkan ke tingkat II melalui tangga tangga yang berada di ruangan enam. Di lantai II disajikan beberapa koleksi, yaitu sebagai berikut:
Ruangan 7 dipamerkan koleksi kerajaan-kerajaan sebagai berikut:- Silsilah kerajaan Sawitto
- Bendera dan paying Kerajaan Sawitto
- Struktur pemerintahan Kerajaan Sawitto sebelum dan sesudah Islam
- Struktur pemerintahan Kerajaan Wajo, Mandar dan Tana Toraja
- Perabot rumah tangga kerajaan
- Foto-foto pahlawan nasional dan daerah Sulawesi Selatan
- Silsilah kerajaan Luwu
- Struktur kerajaan Luwu
- Foto raja Luwu
- Lontara kerajaan Luwu
- Bendera kamummue
- Bendera macangnge
- Bendera goncingnge
- Pajung, salempang, keris dan tombak
- Bendera Worong-Poronge
- Bendera Lima Siattiange
- Bendera Samparajae
- Bendera Garudae
- Silsilah kerajaan Bone
- Struktur kerajaan Bone
- Stempel kerajaan Bone
- Pedang Lamakawe
- Silsilah kerajaan Gowa
- Struktur kerajaan Gowa
- Payung La’leang Sipueyya
- Payung kerajaan Gowa
- Sudanga, kolara dan p.janga-jangayya
- Peta kekuasaan kerajaan Gowa
- Salokoa dan maket Balla Lompoa
Dari ruang lantai II, kembali keruang lantai satu, kemudian masuk ke ruang 11 dan 12.
Ruang 11 dan 12 terdiri dari:
- Keramik asing (Ching Dinasti, dll)
- Peta lokasi penemuan keramik asing di Sulawesi Selatan
2.3. Alur Kunjungan Museum La Galigo
Alur kunjungan pada Museum La Galigo mulai dari kunjungan ke ruangan pertama hingga terakhir telah tertata dengan rapi. Alur kunjungan tersebut dapat dilihat pada denah berikut ini:
Berdasarkan pada denah tersebut, dapat terlihat jelas struktur alur kunjungan pada Museum La Galigo. Dimana pertama-tama akan memasuki ruang pertama yang menunjukkan benteng Fort Rotterdam pada umumnya, yaitu dari segi bentuk, bahan, serta foto-foto gedung yang dipugar. Setelah melihat bagian gedung Fort Rotterdam, selanjutnya akan memasuki ruang kedua. Ruang kedua menampilkan lukisan serta alat batu zaman prasejarah, dan koleksi arkeologi lainnya seperti kendi, busu/wangian, pendupaan, dan arca-arca perwujudan dewa.
Setelah ruang ke dua, masuk pada ruang ketiga yang menampilkan miniature erong, sistem penguburan di Tana Toraja, Tutu’ Alang, dan rumah adat Mamasa. Selain itu, ruang ini juga menunjukkan lukisan-lukisan. Dari ruang ketiga, selanjutnya akan menuju ke ruang lima dan enam yang menunjukkan koleksi arkeologi berupa Arca-arca, miniatur Candi Prambanan dan Candi Borobudur, koleksi Numismatik/ uang prasejarah, koleksi uang zaman Jepang, kemerdekaan, uang ORI dan uang tahun 1946 keatas.
Setelah melihat koleksi pada ruang lima dan enam tersebut, kunjungan selanjutnya menuju ruang enam yang menunjukkan sebuah saringan air dan kunjungan akan dilanjutkan ke ruang tujuh melalui tangga yang berada didalam ruang enam. Di ruang tujuh yang memamerkan koleksi kerajaan-kerajaan, dan foto-foto pahlawan nasional. Kunjungan berikutnya yaitu ke ruang delapan yang menampilkan koleksi kerajaan Luwu, selanjutnya ke ruang Sembilan yang memamerkan koleksi Kerajaan Bone, lalu ke ruang sepuluh yang memamerkan koleksi Kerajaan Gowa, dan selanjutnya kembali ke ruang tujuh menuju ke tangga untuk turun ke lantai satu.
Di lantai satu, kunjungan dilanjutkan ke ruang 11 yang memamerkan koleksi keramik-keramik asing, lalu ke ruang 12 yang juga memamerkan koleksi keramik-keramik asing dan peta lokasi penemuan keramik asing di Sulawesi Selatan. Setelah melihat koleksi keramik di ruang 12, kembali ke ruang 11 untuk keluar dari museum La Galigo.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jika melihat dari jenis-jenis koleksi yang ada di Museum La Galigo, museum La Galigo dapat dikatakan sebagai museum umum yang merupakan sebuah pameran tetap. Dimana tema pameran tersebut ialah penggambaran kesatuan wilayah dalam bidang sejarah alam, sejarah budaya dan wawasan nusantara.
Metode pendekatan yang digunakan museum La Galigo adalah metode pendekatan intelektual, yaitu cara penyajian benda-benda koleksi yang disusun sehingga dapat mengungkapkan dan memberikan informasi ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan benda-benda yang dipamerkan. Sistem penyajian yang digunakan adalah kronologis, yaitu koleksi yang dipamerkan ditata berdasarkan urutan waktu/tahun pembuatan dari benda-benda tersebut. penentuan jenis dan isi serta bentuk label, metode dan teknik label dalam pemberian informasi yang jelas, singkat tetapi tepat, baik label kolektif maupun label individual.
Museum La Galigo sebagai salah satu aset budaya Sulawesi Selatan memiliki potensi budaya dan pendidikan yang harus diberdayakan seoptimal mungkin. Museum memiliki fungsi dan manfaat yang harus direalisasikan kepada generasi muda sebagai generasi penerus dalam penunjang pendidikan, serta mengajak masyarakat agar bisa mengenal lebih jauh benda-benda budaya yang merupakan warisan leluhur bangsa.
3.2. Kritik
Teknik penyajian yang digunakan museum La Galigo sudah cukup baik, namun dalam teknik pencahayaan ruang koleksi sangat kurang. Dimana dalam setiap ruangan koleksi yang berada di dalam museum, banyak yang pencahayaannya kurang dan tergolong gelap. Tata cahaya yang kurang dapat mempengaruhi keindahan koleksi dan suasana dalam ruangan tersebut menjadi tidak nyaman.
3.3. Saran
Museum tidak terlepas dari pengaruh pergeseran-pergeseran yang terjadi di masyarakat, khususnya kebudayaan yang berpengaruh pada perkembangan pola pikir masyarakat. pola pikir masyarakat yang semakin kritis, praktis dan sistematis berpengaruh pada daya tanggap terhadap keberadaan museum sebagai sumber informasi dan rekreasi. Untuk itu citra museum yang khas, yang diterapkan melalui eksterior dan interior yang berkonotasi dinamis, aktif, menjadi kebutuhan yang perlu dipenuhi untuk saat ini. Untuk itu dibutuhkan kepekaan dan kreativitas perancang untuk mengubah citra museum yang semula pasif menjadi aktif sehingga mampu meningkatkan daya tarik museum.
Pencahayaan didalam museum sebaiknya lebih ditingkatkan lagi karena ruangan museum tergolong gelap, sehingga membuat kesan tidak terlalu menarik. Pemasangan lampu pada semua koleksi harus dilakukan, jangan hanya pada koleksi-koleksi tertentu saja. Selain itu, alur kunjungan museum juga perlu ditunjukkan dengan sebuah tanda agar para wisatawan yang berkunjung dapat mengikuti alur kunjungan yang telah ditentukan.
Selain dari segi pencahayaan dan tanda untuk alur kunjungan, sebaiknya ada sebuah tour guide. Tour guide berfungsi sebagai pemandu dan menjelaskan lebih detail mengenai koleksi-koleksi yang ada di dalam museum kepada para wisatawan. Sebaiknya di dalam museum dibuat sebuah sound untuk menyambut pengunjung dan dapat membuat museum lebih hidup. Selain itu untuk menghidupkan museum, sebaiknya dibuat film-film atau slide show gambar-gambar yang berhubungan dengan koleksi-koleksi yang ditampilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sutaarga, Moh. Amir. 1990. Studi Museologika. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim. 1999. Pedoman Pendirian Museum. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim. 2008. Buku Petunjuk UPTD Museum La Galigo. Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, UPTD Museum La Galigo.
Anonim. 2008. Museum La Galigo. Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, UPTD Museum La Galigo.
http://repository.gunadarma.ac.id:8000/citra_museum_jolanda(3)_659.pdf. Diakses, 3 Oktober 2010.
http://www.museumindonesia.com/museum/5/1/Museum_La_Galigo. Diakses, 2 Oktober 2010.
http://community.um.ac.id/showthread.php?93565-Epos-Terbesar-di-Museum-La-Galigo. Diakses, 2 Oktober 2010.
http://lomardasika.blogspot.com/2010/01/museum-la-galigo-di-dalam-fort.html. Diakses, 2 Oktober 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.