Selasa, 26 Februari 2019

Masalah Konservasi Arkeologi di Indonesia

Konservasi terhadap benda-benda purbakala sangat penting dalam melestarikan benda-benda purbakala yang ada. Konservasi merupakan sebuah istilah yang menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian. Pelestarian benda cagar budaya merupakan hal yang penting berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda cagar budaya dan sesuai dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Dalam pelestarian benda-benda purbakala terkadang tidak berjalan sesuai keinginan, disebabkan, dalam melakukan pelestarian atau konservasi terhadap benda-benda purbakala, menghadapi masalah. Masalah tersebut berupa pembiayaan untuk konservasi.

Pembiayaan yang dimaksud disini adalah pembiayaan pelestarian benda-benda purbakala. Pembiayaan atau biaya untuk pelestarian atau konservasi memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan jumlah benda-benda purbakala di Indonesia yang akan dilestarikan. Sebagaimana data Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, memperlihatkan jumlah BCB atau situs yang harus dipelihara pada tahun 2007 sebanyak 8232 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut jumlah BCB atau situs yang dipelihara sebanyak 1847 dengan jumlah juru pelihara sebanyak 2822 yang dibiayai dari APBN melalui Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Padahal sebagian dari BCB atau situs tersebut telah mengalami kerusakan dan pelapukan yang antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pengaruh faktor alam (gempa, banjir, gunung meletus, angin) serta unsur-unsur kimiawi, biologis dan perbuatan manusia (vandalisme). Berdasarkan data tersebut, sangat jelas bahwa dana yang diperlukan dalam melakukan pelestarian atau konservasi terhadap BCB atau situs masih kurang.

Akibatnya ruang gerak para arkeolog atau konservator dalam melakukan konservasi terhadap benda-benda purbakala terbatas, sehingga pelestarian tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dimana dalam melakukan konservasi terhadap satu objek saja, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Misalnya konservasi terhadap cagar budaya akibat gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 silam. Akibat dari gempa tersebut, banyak benda cagar budaya yang mengalami kerusakan, mulai dari kerusakan ringan, sedang, hingga berat. Kerusakan yang terjadi terhadap benda cagar budaya tersebut diharapkan dapat dikonservasi guna menanggulangi masalah kerusakan agar nilai-nilai yang dimiliki setiap benda cagar budaya itu tidak hilang, dan membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam melaksanakan konservasi tersebut sesuai dengan tingkat kerusakannya.




SUMBER PUSTAKA:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19942/4/Chapter%20II.pdf. Didownload, 18 September 2010.
http://www.budpar.go.id/filedata/4554_1363-PEMELIHARAANBENDACAGARBUDAYA1.pdf. Didownload, 18 September 2010.

http://arkeologijawa2.files.wordpress.com/2009/10/06_sofwan_uss-liberty_edit.pdf. Didownload, 19 September 2010.

http://arkeologi.ugm.ac.id/rapid/download/1812071214_ara-indonesia.pdf. Didownload, 19 Spetember 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Artikel Popular Pekan Ini