Foto from: andihidayat1505.wordpress.com
Legenda yang turun-temurun diceritakan menyebutkan bahwa pada zaman dahulu ada seorang ulama yang telah membawa masuk ajaran Islam ke Sulawesi Selatan. Namanya Abdul Khatib Tunggal atau dikenal sebagai Datuk ri Bandang. Ia berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Ulama ini merupakan murid dari seorang wali di Jawa Timur, Sunan Giri.
Datuk ri Bandang tiba di pantai Makassar, di pelabuhan Talo pada tahun 1605 dengan menumpang sebuah perahu ajaib. Setibanya di pantai, ia melakukan shalat yang membuat heran penduduk setempat yang melihatnya. Mendengar kabar tersebut, Raja Tallo Karaeng Matoaya pun berkeinginan di pagi hari buta itu ke pantai untuk menyaksikan Datuk ri Bandang mengerjakan shalat subuh. Saat baginda ingin ke pantai, di depan gerbang halaman istana, ia bertemu seorang laki-laki bersorban hijau dan berjubah putih. Orang itu menjabat tangan sang raja, setelah itu menuliskan di atas telapak tangan baginda kalimat Syahadat.
"Perlihatkan telapak tangan baginda kepada orang pendatang yang disangka orang ajaib itu!" ucap orang yang bersorban hijau dan berjubah putih itu kepada Raja Tallo lalu menghilang.
Sang raja pun bergegas ke pantai tempat pendatang itu menambatkan perahunya. Setibanya di pantai, ia memperlihatkan tangannya kepada Datuk ri Bandang sesuai pesan orang berjubah purih itu. Setelah membaca apa yang tersurat di atas telapak tangan baginda, maka bertanyalah Datuk ri Bandang kepadanya.
"Tahukah baginda siapa gerangan yang menulis di atas telapak tangan baginda?"
"Tidak", jawab baginda
"Baginda sudah menerima Islam langsung dari Rasulullah Muhammad SAW, karena yang menemui baginda dan menulis di atas telapak tangan baginda, niscaya adalah Nabi Muhammad SAW, yang telah menjelmakan diri di negeri baginda" lanjut Datuk ri Bandang.
Orang-orang Makassar, lalu mengatakan peristiwa itu, Makkasaraki Nabiyya (artinya: Nabi menampakkan/menjelmakan diri). Demikianlah maka Raja Tallo dianggap telah memeluk Islam sebelum diajari oleh Datuk ri Bandang. Cerita yang mirip dongeng ini banyak dipercaya oleh sebagian masyarakat Makassar. Hingga sekarang masih dikisahkan oleh orangtua kepada anak dan cucunya.
Bila merujuk informasi sejarah resmi Makassar, nama-nama tokoh dalam hikayat ini memang nyata, seperti Datuk ri Bandang yang dikenal luas sebagai penyebar agama Islam di Makassar, yang namanya pun diabadikan sebagai salah satu jalan di Kota Makassar. Catatan sejarah juga meyebutkan bahwa Kerajaan Makassar-Tallo di abad ke-16 dan 17 dikenal luas mempraktekkan toleransi agama yang kuat, meski Islam telah menjadi agama dominan di masa itu. Pengaruh Islam dan agama-agama lainnya mudah masuk ke Makassar seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan di abad ke-16 yang mengukuhkan posisi Makassar sebagai pusat dagang yang dominan di Nusantara, dan bahkan menjadi salah satu benda paling sibuk dan terbesar di Asia Tenggara.
SUMBER PUSTAKA
http://www.ripiu.com/article/read/legenda-makassar. Diakses, 18 September 2011.
Sang raja pun bergegas ke pantai tempat pendatang itu menambatkan perahunya. Setibanya di pantai, ia memperlihatkan tangannya kepada Datuk ri Bandang sesuai pesan orang berjubah purih itu. Setelah membaca apa yang tersurat di atas telapak tangan baginda, maka bertanyalah Datuk ri Bandang kepadanya.
"Tahukah baginda siapa gerangan yang menulis di atas telapak tangan baginda?"
"Tidak", jawab baginda
"Baginda sudah menerima Islam langsung dari Rasulullah Muhammad SAW, karena yang menemui baginda dan menulis di atas telapak tangan baginda, niscaya adalah Nabi Muhammad SAW, yang telah menjelmakan diri di negeri baginda" lanjut Datuk ri Bandang.
Orang-orang Makassar, lalu mengatakan peristiwa itu, Makkasaraki Nabiyya (artinya: Nabi menampakkan/menjelmakan diri). Demikianlah maka Raja Tallo dianggap telah memeluk Islam sebelum diajari oleh Datuk ri Bandang. Cerita yang mirip dongeng ini banyak dipercaya oleh sebagian masyarakat Makassar. Hingga sekarang masih dikisahkan oleh orangtua kepada anak dan cucunya.
Bila merujuk informasi sejarah resmi Makassar, nama-nama tokoh dalam hikayat ini memang nyata, seperti Datuk ri Bandang yang dikenal luas sebagai penyebar agama Islam di Makassar, yang namanya pun diabadikan sebagai salah satu jalan di Kota Makassar. Catatan sejarah juga meyebutkan bahwa Kerajaan Makassar-Tallo di abad ke-16 dan 17 dikenal luas mempraktekkan toleransi agama yang kuat, meski Islam telah menjadi agama dominan di masa itu. Pengaruh Islam dan agama-agama lainnya mudah masuk ke Makassar seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan di abad ke-16 yang mengukuhkan posisi Makassar sebagai pusat dagang yang dominan di Nusantara, dan bahkan menjadi salah satu benda paling sibuk dan terbesar di Asia Tenggara.
SUMBER PUSTAKA
http://www.ripiu.com/article/read/legenda-makassar. Diakses, 18 September 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.