Kamis, 21 Maret 2019

Pengenalan Jenis Benda Cagar Budaya Berbahan Kayu

Pict by @pixabay

Kegiatan konservasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya pelestarian benda cagar budaya. Kegiatan konservasi membutuhkan keahlian dan keterampilannya dalam setiap penanganan benda cagar budaya. Teknis mengkonservasi sebuah benda cagar budaya tergantung pada setiap jenis benda cagar budaya itu sendiri. Seperti halnya dengan benda cagar budaya berbahan kayu. Benda cagar budaya berbahan kayu merupakan sebuah benda yang tergolong mudah rusak atau rapuh.
 
Perawatan kayu merupakan tindakan yang bersifat teknis arkeologis, sehingga dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku. Cara mengkonservasi benda cagar budaya berbahan kayu dimaksudkan sebagai pedoman teknis operasional bagi lembaga pemerintah dan masyarakat untuk melakukan perawatan benda cagar budaya yang berbahan kayu. Tujuan dari cara mengkonservasi benda cagar budaya berbahan kayu adalah agar lembaga pemerintah dan masyarakat memahami cara-cara perawatan benda cagar budaya yang berbahan kayu dan dapat melaksanakannya sehingga dapat menjaga kelestariannya.

Kayu merupakan salah satu bahan organik yang bersifat higrokopis karena pengaruh faktor lingkungan yang dapat menyerap kelembaban dan melepaskan kembali partikel-partikel air yang terkandung, baik dalam bentuk air bebas maupun air terikat. Kayu merupakan bahan organik yang biasanya meluruh dibawah degradasi biologi dan kimia gabungan ketika dimakamkan di bumi. Keberhasilan dalam melakukan konservasi terhadap kayu tergantung pada pengetahuan tentang struktur kayu dan jenis.

Secara akumulatif, konservasi debu dan kotoran semakin menempel dan akan memungkinkan terjadinya perubahan suasana yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas bahan dasar yang digunakan. Dalam rangka pemeliharaan benda cagar budaya berbahan kayu, pembersihan merupakan salah satu kegiatan terpenting yang perlu mendapat perhatian secara seksama baik selama tindakan konservasi, maupun pasca konservasi.

Dalam rangka pelaksanaan perawatan benda cagar budaya bahan kayu diperlukan pengetahuan yang bersifat komprehensif terhadap permasalahan terkait yang dihadapi, baik yang menyangkut sifat-sifat alami bahan dasar yang digunakan, agensia pelapukan yang ada, dan mekanisme proses pelapukannya, serta untuk mengetahui permasalahannya secara tepat, perlu dilakukan penelitian sesuai dengan prosedur diagnostik yang berlaku.

Unsur-unsur pembentuk utama kayu yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin serta unsur tambahan yaitu zat ekstraktif dan zat silika. Unsur-unsur tersebut memiliki fungsinya masing-masing, seperti halnya zat ekstraktif. Zat ekstraktif merupakan faktor yang menentukan tingkat keawetan alami kayu. Apabila zat ekstraktif ini semakin beracun, maka akan mengakibatkan tingkat keawetan alami kayu semakin tinggi.

Kualitas dari kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, umur, posisi kayu di dalam batang, dan musim penebangan kayu. Kayu dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan yang memiliki daun berwarna hijau, yang terdiri atas pohon, bamboo, rotan dan jenis-jenis palmae (kelapa, nibung dan lain-lain). Jenis kayu yang digunakan sebagai benda cagar budaya adalah jenis kayu yang memiliki keunggulan dalam hal kekuatan, keawetan, dan kemudahan pengerjaannya. Kayu yang digunakan tersebut adalah kayu jati (tectona grandis) di Jawa, kayu ulin (eusideron zwageri) di Kalimantan, kayu bayam di Sulawesi, dan kayu besi atau merbau (intsia bijuga) di Papua.

Walaupun memiliki banyak keunggulan, cepat atau lambat kayu akan mengalami kerusakan dan pelapukan. Kayu menjadi rusak disebabkan oleh serangga, terutama rayap dan kumbang bubuk. Kayu juga dapat lapuk yang disebabkan oleh serangan cendawan atau jamur. Selain itu, kayu merupakan bahan organik yang biasanya meluruh dibawah degradasi biologi dan kimia gabungan ketika dimakamkan dibumi, dimana terjadi kontak yang terlalu lama bertahan.

Benda cagar budaya berbahan kayu merupakan benda cagar budaya yang memiliki banyak keunggulan, namun cepat atau lambat akan mengalami kerusakan atau pelapukan. Hal inilah yang menyebabkan perlunya perawatan atau konservasi terhadap benda cagar budaya berbahan kayu agar tetap awet atau dapat memperpanjang umurnya. Perawatan benda cagar budaya berbahan kayu bertujuan untuk mencegah atau menanggulangi permasalahan kerusakan dan pelapukan kayu, guna memperpanjang umurnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan perawatan terhadap benda cagar budaya berbahan kayu adalah yang menyangkut dengan sifat-sifat alami bahan dasar yang digunakan, agensia pelapukan yang ada, dan mekanisme proses pelapukannya, serta untuk mengetahui permasalahannya secara tepat perlu dilakukan penelitian sesuai dengan prosedur diagnostik yang berlaku. Adapun cara melakukan konservasi terhadap benda cagar budaya berbahan kayu melalui tiga tahapan kegiatan. Tahapan kegiatan tersebut dimulai dari kegiatan sebelum pelaksanaan perawatan. Kegiatan ini berupa observasi terhadap kayu, kemudian melakukan identifikasi dari hasil observasi, lalu dilanjutkan dengan melakukan rencana penanganan.

Setelah tahapan kegiatan sebelum pelaksanaan perawatan telah dilakukan, selanjutnya akan dilakukan kegiatan pelaksanaan. Kegiatan pelaksanaan ini berupa menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam melakukan perawatan terhadap benda cagar budaya berbahan kayu, dan selanjutnya dilakukanlah perawatan sesuai dengan jenis dan tingkat kerusakannya. Tahapan kegiatan selanjutnya setelah melakukan perawatan adalah kegiatan yang disebut kegiatan sesudah pelaksanaan. Kegiatan tersebut berupa penyimpanan, pendokumentasian, pemantauan dan evaluasi. Ketiga tahapan kegiatan tersebut merupakan tahapan kegiatan konservasi terhadap kayu yang harus dilaksanakan. Hal ini dikarenakan apabila ada satu tahapan kegiatan yang tidak dilaksanakan, maka konservasi atau perawatan yang dilakukan akan gagal.





REFERENSI:

Winarno, Suyud dkk. 2006 "Petunjuk Teknis Perawatan Benda Cagar Budaya Bahan Kayu". Jakarta: Direktorat Peninggalan Purbakala.
http://purbakalayogya.com/?page=gallerikegiatan.html&p=5&jml_gambar=7. Diakses, 3 Oktober 2010.
http://els.bappenas.go.id/uplod/other/kdr.htm. Diakses, 3 Oktober 2010.
http://nautarch.tamu.edu/crl/conservationmanual/File6.htm. Dikases, 3 Oktober 2010.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Artikel Popular Pekan Ini