Selasa, 02 April 2019

ASIA TENGGARA SEBAGAI JALUR PERSIMPANGAN (PENGARUH INDIA)


Salah satu Bab dalam buku “The Borderlands of Shoutheast Asia: Geopolitics, Terrorism, and Globalization” yang ditulis oleh Michael Wood membahas mengenai bagaimana arkeologi, sebuah studi yang mempelajari mengenai budaya material masyarakat masa lalu telah digunakan dalam mendefinisikan dan mengkritik sejarah dan perbatasan nasional yang ada di Asia Tenggara. Arkeolog memiliki cara membaca budaya secara luas dengan cara direkonstruksi atau diidentifikasi menggunakan artefak untuk membahas budaya yang ada di dunia. Budaya atau peradaban yang biasa diungkapkan terkadang tidak sama dengan negara modern (atau dalam ha ini mengenai politik kuno). Hal ini khusus terjadi untuk wilayah Asia Tenggara, wilayah yang memiliki budaya lama yang lebih besar dan terbuka untuk mempengaruhi penyeberangan yang terjadi di daerah perbatasan. Asia Tenggara telah dikenal sebagai sebuah “Persimpangan Jalan” namun uraiannya tidak akurat.

Secara historis Asia Tenggara merupakan wilayah yang terbuka, hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek yang menandai budaya daerah, seperti arsitektur Hindu dan Budha, bentuk pemerintahan dan perdagangan Cina, kelompok imigran Tiongkok, agama Islam, dan penetrasi ekonomi Barat dan pemerintahan kolonial. Pada tahun 1900-an, seluruh wilayah Asia Tenggara dibawah kontrol kolonial. Otoritas kolonial memberikan batas-batas wilayah berdasar atas kepemilikan mereka dengan mengganti bentuk organisasi negara sebelumnya. Intervensi terakhir yang datang adalah kekaisaran Jepang, yang berhasil mengalahkan kolonialisasi Eropa. Kemenangan Jepang atas Eropa telah membuka jalan bagi munculnya kemandirian negara-negara di Asia Tenggara, yang mempunyai tugas membentuk perbatasan Nasional dan menyatakan sejarah nasional.

Asia Tenggara sebenarnya dikenal sebagai wilayah yang jarang menjadi korban invasi tanah, seperti yang dulu sering terjadi di benua Eurasia. Lebih umum, wilayah Asia Tenggara dikenal sebagai wilayah persimpangan yang merupakan wilayah jalur kedatangan orang luar melalui jalur laut dari Cina, India, Timur Tengah, dan pada akhirnya Eropa. Orang-orang asing tersebut pada umumnya datang untuk berdagang dibandingkan untuk menaklukkan, walaupun pada akhirnya hampir seluruh wilayah menjadi kehilangan independensinya. Samudra Hindia lama berfungsi sebagai koridor perdagangan utama menuju ke Cina, India, dan Timur Tengah atau dunia Mediterania pada sekitar masa kristus. Jaringan perdagangan juga berfungsi sebagai jalur masuknya keyakinan agama, termasuk Hindu, Budha, Islam dan Kristen.



Pengaruh India di Asia Tenggara

Ketika para sarjana Barat mulai mempelajari tinggalan arkeologi di Asia Tenggara, mereka dikejutkan oleh budaya India yang sangat mempengaruhi. Adanya kontak dengan India dan beberapa bentuk kolonialisasi tampak jelas terlihat pada monumen Hindu yang ditemukan. Teori kshatriya tentang Asia Tenggara yang diselesaikan oleh prajurit India dan dilengkapi dengan teori Brahmana, yang melibatkan praktisi agama Hindu telah membawa budaya tinggi ke wilayah tersebut. Para Brahmana dianggap telah memperkuat para penguasa lokal dengan melakukan ritual magis, menciptakan simbol mitologis, dan menghasilkan ikonografi yang sangat bergengsi. Beberapa pendapat menyatakan bahwa peradaban India dibawa ke Asia Tenggara melalui kedatangan para pedagang dan pengrajin vaisya. Namun bentuk penjajahan India atau “Indianisasi” yang ada tidak lagi dapat dipertahankan. Cara memperluas peradaban tinggi India menghadapi zaman batu dengan inovasi lokal seperti metalurgi dapat dikatakan lambat dan tidak dapat lagi berkembang. Penelitian arkeologi terbaru telah menetapkan bahwa budidaya padi berkembang di lembah-lembah utama daratan Kalimantan di Asia Tenggara antara 2500 dan 500 SM. Pada saat 500 SM sampai sekitar 800 CE, telah terjadi intensifikasi dan sentralisasi pertanian, bersamaan dengan munculnya inovasi teknologi dalam penggunaan perunggu dan tembaga besi. Ada banyak permintaan lokal untuk barang-barang prestise dari India, dimana hal tersebut membantu meningkatkan status penguasa lokal dan merangsang meningkatnya perdagangan. Hal tersebut merupakan dampak awal India bertindak sebagai katalis; kehadiran India memainkan peran secara langsung dan positif sehingga menghasilkan adopsi sistem penulisan, filsafat politik, dan agama Hindu dan Budha. Hal ini sangat membantu dalam upaya memelihara kompleksitas di masyarakat Asia Tenggara; kepala daerah menjadi menarik lebih banyak pengikut dan pengrajin dipekerjakan sekaligus dimobilisasi oleh penduduk lokal untuk membangun sistem irigasi dan kompleks percandian. Tepatnya, dinamika mengenai cara India mempengaruhi budaya Asia tenggara, tampak jelas terjadi pada impor konsep menerima yang hanya terjadi sejauh melengkapi dan memperkuat tradisi lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Artikel Popular Pekan Ini