Penelitian
terhadap penyelidikan obyek-obyek kepurbakalaan Islam di negeri ini mulai
timbul pada tahun 1884 yaitu ketika Museum di Jakarta pada waktu itu menerima
laporan tentang temuan beberapa buah nisan kuno di Kampung Blangmeh (Pasai) dan
Samudra di daerah Lhoukseumawe (Aceh). Pada kunjungan
Dr. C. Snouck Hurgronje pada tahun 1899 dan Mulert tanggal 31 Maret 1901, telah
direncanakan untuk mengadakan pemotretan, pemugaran, penggambaran, pembuatan
abklatsch terhadap peninggalan-peninggalan Islam terutama nisan-nisan, yang
terdapat di daerah Blangmeh dan Samudra. Rencana tesebut belum dapat
dilaksanakan dan untuk sementara ditangguhkan hingga pembuatan jalan kereta-api
Lhokseumawe-Idi selesai.
Pada tahun 1906,
dimulailah pelaksanaan rencana penyelidikan di Blangmeh dan Samudra. Akan
tetapi, pada tahun 1908, pekerjaan tersebut dihentikan sementara waktu lagi.
Pelaksanaan yang continue sesungguhnya baru dilakukan sejak tahun 1912 hingga
tahun 1917 dan tidak terbatas di Balngmeh dan Samudra saja melainkan di
tempat-tempat lain seperti Kuta-Raja dan sekitarnya. Hasil-Hasil
penyelidikan dari daerah Aceh itu kesemuanya telah dikirimkan ke Jakarta dan
disimpan di Kantor Dinas Purbakala. Dengan berdirinya Dinas Purbakala pada
tahun 1913, maka pekerjaan itu dengan sendirinya dilaksanakan di bawah pimpinan
Dinas tersebut.
Nisan-nisan yang
berasal dari daerah pantai Timur Aceh itu diantaranya diselidiki oleh beberapa
orang ahli. Pada tahun 1907 Dr Snouck Hurgronye mengemukakan hasil-hasil telaah
terhadap nisan-nisan yang memuat angka tahun 1407 M dan 1428 M. Pada tahun 1910
Dr. van Ronkel menaruh perhatian akan penelaahan nisan kubur Malik Ibrahim di
Gresik (Jawa Timur) yang hasil bacaannya diulangi lagi oleh Dr. Th. W. Juynboll
dan membaca bulan wafatnya ialah Rabi’al awwal. Hal tersebut disangkal oleh J.
P. Moquette yang membacanya Rabia’al-akhir yang sesuai dengan kesucian hari.
Pada tahun 1912
ahli tersebut telah mengemukakan pendapatnya bahwa nisan-nisan kubur yang
terdapat di Pasai, Gresik menunjukkan corak persamaan dengan di India sehingga
beberapa nisan yang mempunyai corak bersamaan itu diduganya berasal dari
Cambay. Memasuki tahun 1913, J. P. Moquette telah melakukan penelitian dan
pembacaan beberapa buah nisan yang berasal dari Kampung Samudra (Aceh).
Berdasarkan perbandingan dengan cerita-sejarah yang terdapat dalam Hikayat
raja-raja Pasai, Sejarah Melayu dan berita-berita asing, J. P. Moquette sampai
kepada kesimpulan bahwa nama Sultan Malik as-Salih merupakan Sultan pertama
atau pendirii kerajaan yang tertua bercorak Islam di Indonesia.
Pendapat J. P.
Moqutte lagi yaitu bahwa pembawa atau penyebar Islam pertama-tama ke Indonesia
ialah pedagang-pedagang Muslim yang berasal dari Gujarat dan Islam memasuki
daerah Samudra-Pasai itu mungkin sejak tahun 1270-1275 M. Pada tahun 1914 J. P.
Moquette mengadakan kunjungan ke Aceh yaitu Kuta-Raja. Di bekas kota lama ini
dan juga di beberapa tempat lainnya ditemukan beberapa makam dengan kubur dan
nisan-nisan kuno. Makam-makam itu ternyata merupakan makam raja-raja yang
pernah memerintah Aceh.
Pada kwartal
ketiga tahun 1915 pekerjaan di daerah Aceh menghasilkan temuan nisan bagian
kaki di Peuet, Kampung Minje Tuju kabupaten Lhokseumawe. Tulisan yang termuat
pada nisan tersebut menurut Dr. F. D. K. Bosch menyerupai corak Jawa-kuno akhir
di Jawa-Timur. Pada sekitar tahun 1915 itu juga oleh Dinas Purbakala telah
dilakukan pemotretan-pemotretan pintu makam di Kuta Gede (Yogayakarta, Pasar
Gede), watu gilang yang menurut legend tempat duduk Panembahan Senapati, makam
Aji (Pajang, Solo), kedaton Kerto (umpak-umpak batunya), tempat tidur Sultan
Plered di Keraton Plered, masjid Cerana di Bone.
Pada tahun 1916
terbitlah sebuah karangan hasil penelitian Dr. R. A. H. Hoesein Djajadiningrat
mengenai salah satu diantara kepurbakalaan Islam di daerah Aceh yaitu bangunan
yang dinamakan “Gunongan” yang berasal dari zaman Sultan Iskandar Muda dan
dilanjutkan pada zaman Sultan Iskandar Thani. Pada tahun 1918 kepala Dinas
Purbakala Dr. F. D. K. Bosch disertai oleh Dr. Schrieke menaruh perhatian
kepada peninggalan-peninggalan Islam di Cirebon sebagai bukti dari kunjungannya
ke tempat tersebut.
Setelah Dr. F.
D. K. Bosch mengadakan kunjungan ke daerah Cirebon, pada tahun berikutnya yakni
tahun 1919 ia melakukan perjalanan meninjau kepurbakalaan Islam di kota Kudus
dan Sendangduwur (Lamongan). Pada kongres ilmu bahasa, Bumi dan Bangsa di Jawa
Timur yang diselenggarakan tanggal 25-26 Desember 1919 di Solo, J.P. Moquette
telah membentangkan suatu obyek kepurbakalaan Islam yaitu soal nisan dari Leran
(Gresik) yang tertua dan bertuliskan corak kufi. Pada tahun 1919 itu ternyata
peninggalan-peninggalan Islam khususnya yang berhubungan dengan
kepurbakalaannya mendapat tempat dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Oost
Indie, tercantumkan dengan “Oudheden” (Mohammedaansche).
Pada tahun 1920
J. P. Moquette menguatkan pendapatnya yang pernah dikemukakan delapan tahun
yang lampau mengenai adanya persamaan corak antara nisan-nisan kubur di
Samudra-Pasai dan Malik Ibrahim di Gresik dengan nisan-nisan kubur yang
terdapat di Gujarat (Cambay). Dalam tahun itu Dr. N. J. Krom dalam bukunya
tentang kesenian Jawa-Hindu juga memuat sedikit uraian kepurbakalaan Islam di
Kudus yaitu perihal menaranya.
Kembali pada
soal kepurbakalaan Islam di Cirebon bahwa pada tahun itu khusus mengenai bangunan
serta makam Sunan Gunung Jati mendapaat perhatian P. De Roo De La Faille yang
telah meguraikan keletakannya serta hubungannya dengan sejarah orang-orang yang
dimakamkan di tempat itu. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1921 Dinas
Purbakala sendiri mengadakan lagi pemotretan-pemotretan terhadap masjid di
Kampung Angke, Kampung Manggaduwa, Kampung Pekojan yang kesemuanya ada di
lingkungan kota Jakarta, pekerjaan serupa itu juga dilakukan terhadap
kepurbakalaan Islam di Kudus dan Keraton Sultan Ternate.
Memasuki tahun
1922 Dinas Purbakala melaksanakan penggambaran-penggambaran kelompok
kepurbakalaan makam dan masjid Sendangduwur yang pada tahun 1919 telah ditinjau
oleh Kepala Dinas, Dr. F. D. K. Bosch. Pada tahun 1923 berhubung dengan adanya
kerusakan-kerusakan. Pada tahun 1923 berhubungan dengan adanya
kerusakan-kerusakan yang dialami oleh masjid Agung Banten maka timbul
usaha-usaha untuk perbaikan dengan dibentuknya suatu komisi dimana Dinas
Purbakala diserahi untuk membuat rencana, biaya serta pembinaannya sekali.
Selain itu Dinas Purbakala tetap melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
pemotretan-pemotretan untuk keperluan dokumentasi. Sedangkan A.W.P. Holwerda
telah mengupas dan menelaah sebuah candra sangkala yang terdapat di makam
Madengan Sampang 51.
Pada tahun 1926
agaknya Dinas Purbakala mempunyai perhatian terhadap kepurbakalaan Islam yang
terdapat di pulau Madura di mana sejumlah bangunan: kraton, kuburan, di
Bangkalan mulai dipotret sebagai langkah pertama kepada
penyelidikan-penyelidikan terhadapnya. Pada tahuin itu juga terbitlah sebuah
buku bergambar masjid-masjid dan makam-makam baik yang tergolong kuno maupun
yang agak baru yang terdapat di Indonesia dan di beberapa negeri Islam Lainnya.
Pada tahun 1927
oleh Dinas Purbakala diterima lempengan
tembaga yang kemudian diserahkan kepada Dr. Hoesein Djajadiningrat untuk
ditranskripsikan serta diselidikinya. Lempengan tembaga itu merupakan piagam
dari kanjeng Sultan Ratu Ahmad Najamuddin (1812-1818) untuk prawitan dan
lurah-lurah di Sindanghulupana (Lampung). Pada permulaan tahun 1928 Dinas
Purbakala merencanakan pembiayaan untuk perbaikan kembali bagian-bagian
bangunan di keratin Kesepuhan. Bukan hanya membuat rencana biaya itu saja
melainkan juga member petunjuk serta member tenaga pimpinan dan melaksanakan
perbaikan kembali bangunan-bangunan itu.
Apabila pada
tahun 1928 beberapa bagian dari bangunan keratin Kesepuhan telah mengalami
perbaikan maka pada tahun 1930 bangunan pendopo dan bangunan di halaman depan
keraton Sitinggil Bangsal Dalem memerlukan pembinaan kembali dengan segera.
Pada tahun 1930 Dr. F.D.K. Bosch telah memberitakan tentang beberapa alat
pusaka kerajaan dari Pagar Ruyung. Pada tahun tersebut Dr. C.F. Pijper
membicarakan runtuhan-runtuhan bekas masjid-masjid kuno Mangga Dua, Angke dan
Sendangduwur.
Pada tahun 1937
Dinas Purbakala masih mengerjakan perbaikan bangunan-bangunan kepurbakalaan
Islam di daerah Cirebon. Tetapi penyelidikan di daerah Yogyakarta terhadap
pasanggrahan Sultan yang dikirakan dari abad ke 18-19 sudah selesai. Memasuki
tahun 1938 kecuali meneruskan pekerjaan perbaikan di Cirebon maka dimulailah
perbaikan terhadap kepurbakalaan Islam di desa Sendangduwur, kecamatan Paciran,
kabupaten Lamongan.
Pada tahun 1938 itu Dr. K.C. Crucq menaruh perhatian akan
penyelidikan meriam-meriam yang terdapat di Kraton Surakarta, dan tempat-tempat
bekas Kesulatanan Banten. Tahun 1938 itu G.L. Tichelman telah menterjemahkan
dan menyelidiki sarakata-sarakata yang berasal dari Samalanga (Aceh) sebagai
lanjutan telaahan sarakata-sarakata dari masa Sultan-Sultan Aceh yang pernah
diterbitkan pada tahun 1933. Pada tahun itu juga Dr. H.K.J. Cowan meneliti
empat buah mata uang emas temuan dari daerah Samudra-Pasai (Aceh) yang belum
pernah dikemukakan ahli-ahli lainnya.
Pekerjaan yang
dilakukan Dinas Purbakala pada tahun 1939 ialah melanjutkan perbaikan kembali
kerusakan-kerusakan kepurbakalaan Islam di Sendangduwur. Pekerjaan tersebut
dilakukan atas kerjasama dengan pemerintah daerah. Pada tahun 1940, Dinas
Purbakala menyelesaikan pekerjaan terhadap masjid Panjunan di Cirebon, masjid
dan makam di Sendangduwur.
Di luar Dinas
Purbakala terdapat kegiatan-kegiatan penyelidikan terhadap kepurbakalaan Islam
yang dilakukan oleh G.L. Tichelman dan H.J. Cowan. Ahli yang disebut lebih
dahulu telah mengupas perihal kuburan seorang sultan wanita di kelompok kuburan
Kuta Kareueng-Aceh. Dalam pada itu Dr. H.J. Cowan telah meneliti sebuah
nisan-kubur temuan di meunasah Manchang atau meunasah Pi di gampong Ulee
Balang, Lhouksumawe (Aceh).
Apabila pada
tahun 1940 terhadap makam Sunan Derajat oleh Dinas Purbakala baru dilakukan
pemotretan maka pada awal tahun 1941 mulai diadakan pembinaannya. Di samping itu juga Dinas Purbakala telah
memberikan petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat untuk pembinaan kembali tembok
halaman makam raja-raja di Kutagede.
Pada tahun 1947
kepurbakalaan Islam yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan ditinjau
petugas-petugas Dinas Purbakala. Maksud peninjauan itu ialah untuk menentukan
langkah perbaikan-perbaikannya kelak. Pada tahun itu Dr. G.F. Pijper telah
mengadakan penyelidikan terhadap menara-menara serta masjid-masjid kuno di
Indonesia yang hasilnya dimuat dalam “India Antiqua” dengan mempergunakan
judul: “The Minaret in Java”. Pijper telah memberikan pandangan-pandangan
penting perihal kepurbakalaan Islam di Indonesia khususnya mengenai corak
menara beserta corak bangunan-bangunan masjid.
Pendapat Pijper perihal
atap perihal atap masjid kuno di Indonesia berhubung tradisi kesenian corak
meru itu sebenarnya telah dikemukakan oleh Dr. K. Hidding pada sekitar tahun
1933. Kecuali itu ia berannggapan bahwa pataka atau mastaka yaitu penutup atap
masjid merupakan motif gunung meru. Soal corak masjid-masjid kuno di Indonesia
itu menimbulkan perhatian dikalangan ahli-ahli sehingga pada tahun 1947 itu Dr.
H.J. De Graaf mencoba mencari dari mana pengaruh-pengaruh kesenian bangunan itu
asalnya.
Pada tahun 1948
peninggalan-peninggalan Islam di daerah Sulawesi Selatan yang ditinjau oleh petugas-petugas
Dinas Purbakala yaitu makam-makam di Bontobiraeng, Tamalate, Tallo dan Watang
Lamuru, pembinaannya mulai dilaksanakan. Yang banyak menarik perhatian bagi
penyelidikan ilmu purbakala Islam ialah kubur-kubur nisan-nisannya berukuran
serta mempunyai corak yang mengingatkan kita kepada bentuk keris dan
kadang-kadang menunjukkan tonjolan-tonjolan ukiran-ukiran yang mengandung
anasir-anasir megalithik.
Tahun 1949
beberapa orang petugas Dinas Purbakala melakukan peninjauan terhadap
peninggalan-peninggalan kepurbakalaan Islam di daerah lainnya ialah di Cirebon,
Banten, Kudus, dan Demak, meskipun pada masa itu masih dalam keadaan
terpelihara. Pada tahun berikutnya peninggalan-peninggalan Islam di daerah
Sulawesi Selatan itu baru mengalami penyelidikan-penyelidikan serta pemugaran
dan pembinaannya lagi meskipun tidak lancer dan sering terpaksa dihentikan
disebabkan adanya gangguan keamanan dan lain sebagainya.
Kemudian pada
tahun 1950 itu petuga Dinas Purbakala melakukan peninjauan terhadap
peninggalan-peniggalan Islam di Derajat, Sendangduwur dan di tempat-tempat
lainnya. Sebaliknya, makam Malik Ibrahim di Gresik yang perbaikannya telah
direncanakan sejak tahun 1948, baru dapat dilakukan pelaksanaannya hingga pada
tahun 1953 dapat diselesaikan. Pada tahun 1954 peninggalan kepurbakalaan Islam
yang terdapat di sekitar Palembang dan Jambi di Sumatra mendapat peninjauan
dari ahli-ahli purbakala yang pada waktu itu bertugas mengadakan ekspedisi ke
daerah Sumatra Selatan. Pada tahun peninjauan itu kelompok makam-makam di
Gedeng Suro dan Panembahan menunjukkan kurang terpeliharanya.
Dalam pada itu
peninggalan-peninggalan kepurbakalaan Islam di daerah Jawa sendiri juga
mendapat peninjauan-peninjauan dari Dinas Purbakala. Di luar Dinas Purbakala
tampak perhatian akan peninggalan-peninggalan Islam di Indonesia itu dengan adanya
beberapa penerbiatan mengenai hal itu. Diantaranya ialah Haji Abubakar berhasil
menerbitkan bukunya yang berjudul “Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah dalamnya”
dimana terdapat pula secara khusus pembicaraan masjid-masjid di Indonesia baik
yang tergolong purbakala maupun yang baru. Kecuali Haji Abubakar maka pada
tahun berikutnya seorang ahli epigrafi yang kenamaan yaitu L.Ch. Damais telah
menerbitkan hasil telaahannya mengenai nisan-nisan kubur yang terdapat di
daerah Tralaya. Pada tahun 1958 R.L. Mellema di dalam bukunya: “Een
Intrerpretatie van de Islam” kecuali menguraikan tentang Islam di negeri-negeri
lainnya juga mengenai Indonesia meskipun secara ringkas.
Apabila pada
tahun-tahun tersebut di atas tampak kegiatan di luar Dinas Purbakala maka pada
tahun 1959 penyusun karangan ini, berhubung dengan minat kea rah penyelidikan
obyek-obyek kepurbakalaan Islam dan sebagai petugas dari Dinas tersebut, mulai
mengadakan peninjauan-peninjauan terhadapnya terutama di Sendangduwur,
peninggalan Islam yang terletak di Kabupaten Lamongan di Jawa Timur. Kecuali
peninjauan ke Sendangduwur juga ke tempat-tempat kepurbakalaan lainnya seperti
ke Tuban, Tembayat, Demak dan sebagainya dengan maksud untuk melengkapi
bahan-bahan perbandingan.
Dalam pada itu
di kalangan masyarakat ada juga peminat-peminat kepada penulisan kepurbakalaan
Islam itu ialah Solichin Salam yang pernah meneliti kepurbakalaan Islam di
Kudus sebagai ternyata dari karangannya yang berjudul: “Sunan Kudus Riwayat
Hidup serta Perjoangannya”. Meskipun karangan itu berjudul demikian namun
dibicarakan juga soal kepurbakalaannya, seperti menara, masjid dan makamnya.
Buku kecil tersebut pada tahun 1962 diperbaiki susunannya dan lebih dititik
beratkan kepada kepurbakalaannya sebagai ternyata pula dari judulnya yang
diberikan ialah “Kudus dan Kekunoan Islam”.
Pada tahun 1962
itu ia menerbitkan lagi sebuah buku bergambar yang berjudul “Lukisan Sejarah
Kebudayaan Islam di Indonesia”. Pada tahun 1961 di kalangan sarjana-sarjana
muncul lagi persoalan dari mana asalnya bentuk-bentuk masjid kuno di Indonesia
itu. Pendapat H.J. De Graaf, W.F. Stutterheim dan lain-lainnya itu disangkal
oleh Prof. Sutjipto Wirjosuparto, dalam karangannya yang dimuat dalam majalah
“Fajar” nomor 21, hal. 7-8 yang berjudul “Sejarah Pertumbuhan Bangunan Masjid
Indonesia”, yang lebih jelas ialah dalam karangannya yang dimuat pada buku
Almanak Muhammadiyah yang ke XXII th. 1961-1962.
Pada tahun 1963
di kalangan mahasiswa jurusan Ilmu Purbakala Fakultas Sastra Universitas
Indonesia ada juga yang memilih obyek skripsinya kepurbakalaan Islam yang
terdapat di Tembayat yang pernah disinggung-singgung oleh Dr. D.A. Rinkes pada
tahun 1911. Sejak beberapa tahun yang lampau pada tahun 1963 ini Dinas
Purbakala, mengadakan peninjauan-peninjauan di berbagai daerah kepurbakalaan
Islam terutama di Pulau Jawa dan Madura. Pada tahun ini merupakan taraf pertama
pendokumentasian dan peninjauan semata-mata.
note:
tulisan tahun 2009, di rewrite dan dialihkan dari website pribadi penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.