Minggu, 07 Maret 2021

Ras, Bahasa, dan Kehidupan Sosial Ekonomi Kepulauan Melanesia

 

suarapapua.com

 

 

RAS

Secara garis besar, ras yang terdapat di daerah Pasifik dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu wilayah-wilayah yang mewakili ras Austroloid dan wilayah-wilayah yang mewakili ras Mongoloid. Ras Austroloid meliputi populasi orang-orang kerdil (Dwarf Populations) yang terdapat dibeberapa Negara, seperti populasi orang-orang pygmy di New Guinea. Di wilayah Melanesia juga merupakan daerah sebaran dari ras Austroloid meskipun berbeda dengan orang-orang pygmy, terutama dari sudut tinggi badan. Orang-orang Melanesia pada umumnya memiliki kulit yang berwarna gelap, rambut berwarna coklat dan hitam, tinggi badan bervariasi; bagian barat Melanesia 160 cm dan daerah yang dekat dengan Polinesia seperti Fiji, New Caledonia, dan New Hebrides berkisar 170 cm.

 

BAHASA

Secara umum, rumpun bahasa yang digunakan masyarakat di wilayah Pasifik adalah rumpun bahasa Austronesia. Hal ini berdasarkan pada data-data linguistik yang menjelaskan bahwa bahasa ini telah digunakan antara 5000-7000 tahun yang lalu. Pada perkembangan berikutnya dikenal istilah rumpun bahasa Papua yang banyak tidaknya dipengaruhi juga oleh bahasa Austronesia. Dewasa ini, berdasarkan penelitian linguistik, bahasa-bahasa yang digunakan di wilayah Pasifik dibagi atas dua kelompok utama, yaitu rumpun bahasa Austronesia dan rumpun bahasa Papua. Bahasa Papua umumnya meliputi gugusan kepulauan Mikronesia, sementara bahasa Austronesia meliputi wilayah-wilayah kepulauan Polinesia dan Melanesia. Jadi bahasa yang digunakan di wilayah Melanesia adalah bahasa Austronesia.


KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI

Berdasarkan pada bukti-bukti alat yang ditemukan di wilayah Melanesia, maka jelaslah bahwa cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan berangsur-angsur telah ditinggalkan. Masyarakat mulai menunjukkan tanda-tanda menetap disuatu tempat serta mengembangkan penghidupan baru berupa bercocok tanam sederhana. Tanaman yang biasa dibudidayakan seperti keladi (taro), ubi, sukun, pisang, dan sebagainya. Selain bercocok tanam, mereka juga mulai menjinakkan hewan tertentu dan mulai membuat perahu-perahu bercadik. Pada masa bercocok tanam, diperkirakan mereka mulai mengenal berdagang dalam sistem barter. Bangsa Austronesia yang adalah pendukung kebudayaan di Melanesia juga membawa kebiasaan-kebiasaan seperti makan siri, kepercayaan pada roh nenek moyang (animisme) yang kemudian berasimilasi dengan penduduk Papua.

Perkembangan masyarakat Melanesia dari sistem elegitarian (berburu dan meramu) ke sistem sendentaris (bercocok tanam dan pemanfaatan sumber daya laut), tidak dibarengi dengan perkembangan teknologi. Hal ini disebabkan akibat pola adaptasi lingkungan yang tidak menuntut terjadinya inovasi teknologis. Pola subsistensi setelah masuknya bangsa Austronesia, berubah dari pola berburu dan meramu pada daerah dataran tinggi dipedalaman ke pola bercocok tanam secara holtikultura (menanam taro, ubi, uwi, sukun, kelapa, tebu, dan sagu) di dataran rendah dan memancing ikan serta mengumpulkan kerang di laut. Selain itu, terjadi pula pertukaran komoditas secara resprositas antara daerah pedalaman dengan daerah pantai, terutama pada komoditas unggulan seperti hasil bercocok tanam dengan hasil dari eksploitasi laut.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Artikel Popular Pekan Ini