Keberadaan sebuah kota tidak lepas dari sejarah awal perkembangannya dan segala proses yang dilaluinya. Perkembangan kota sangat berkaitan dengan fungsi waktu. Kota sekarang pembentukannya didasarkan pada masa lalu. Jadi aspek historis memegang peran yang sangat penting dalam membentuk morfologi kota. Selain aspek historis, terdapat pula aspek fisik, aspek perencanaan kota, dan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang juga turut membentuk wajah kota.
Bahwa kota yang pada kenyataannya memiliki berbagai komponen dan unsur. Mulai dari yang terlihat nyata secara fisik seperti perumahan hingga komponen yang tidak tampak, seperti kekuatan politik dan hukum yang menggerakkan kegiatan kota tersebut. Kota memberikan kesaksian terhadap nilai-nilai; mengandung kenangan dan keabadian. Kota ada di dalam sejarahnya.
Kota menjadi subyek studi ilmu arkeologi, antropologi, arsitektur, dan ilmu lainnya untuk mencari penjelasan mengenai: motivasi dan konsep dasar perencanaannya, perilaku masyarakat, organisasi ruang, struktur bangunan, gaya (style) bangunan dan relasi fungsional antarbangunan. Ruang dalam pembicaraan ini merupakan elemen penting dalam keseluruhan sistem arsitektural. Ruang memiliki dimensi filosofis, estetika, fungsional, dan relasional.
Organisasi ruang kota merupakan cerminan dari penghuninya yang memiliki diversitas kegiatan yang besar. Kegiatan kota yang digerakkan oleh dorongan ekonomi, sosial, pemerintahan, politik, dan agama, mewujudkan satuan-satuan bangunan yang berfungsi mewadahi seluruh aktivitas tersebut.
Kota merupakan urban artifact yang secara terus menerus membentuk suatu pola morfologi sebagai implementasi bentuk perubahan sosial budaya masyarakat yang membentuknya. Pola morfologi kota merupakan kesatuan organik elemen-elemen pembentuk kota yang mencakup:
- Elemen Detail, yang meliputi bangunan, open space dan prasarana kota
- Tata Bentuk Kota, mencakup pola tata ruang dan komposisi lingkungan di sekitar kawasan
- Aspek Peraturan, termasuk totalitas rencana yang memperlihatkan dinamika kawasan kota.
Dengan demikian, pembangunan fisik sebuah kota sudah seharusnya memerhatikan elemen-elemen pembentuk kota itu sendiri sehingga banyak elemen penanda kota menjadi hilang, dan tergantikan dengan penanda waktu baru, yang berpotensi menghilangkan sejarah. Padahal elemen tersebut merupakan simbol keberadaan budaya pendukungnya.
Referensi:
Wikantiyoso, Respati. 2001. Panduan Rancang Kota Sebagai Pengendali Pembangunan Kota. Jurnal Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.