Pada masa pemerintahan Raja Tua Rade (Raja ke IV, ±1454-1490), terjadi serangan bajak laut Tobelo, namun pertahanan Kerajaan Wolio dapat menaklukkan bajak laut Tobelo tersebut, dan sebagian sisa-sisa pasukan para bajak laut Tobelo tersebut melarikan diri ke Wakatobi dan Kulisusu. Dikarenakan Tua Rade tidak memiliki keturunan, maka beliau digantikan oleh kemenakannya MulaE atau Sagia I Gola (Raja ke V, ±1490-1537), yang merupakan putra tertua Maruju anak Batara Guru (Raja ke III, ±1415-1454).
Pada masa pemerintahan Raja MulaE, Kerajaan Wolio kembali mendapat serangan bajak laut Tobelo yang dipimpin oleh Labolontio. Dalam menghadapi serangan ini pasukan Wolio dibantu oleh tiga kesatria yaitu: Manjawari, Betoambari, dan Lakilaponto. Dalam pertempuran besar yang terjadi di Boneantiro, Labolantio dapat dibunuh oleh Lakilaponto. Berkat keberhasilannya itu, sehingga Lakilaponto dijadikan menantu oleh Raja MulaE dengan mengawinkan putrinya yang bernama Wa Tampaidonga. Tidak lama setelah dinikahkan, Lakilaponto diangkat menjadi Raja Wolio menggantikan mertuanya MulaE.
Raja Lakilaponto atau Murhum yang juga dikenal dengan Haluoleo, setelah dinobatkan menjadi Raja Buton VI, beliau kemudian merubah struktur pemerintahan dari sistem Kerajaan menjadi Kesultanan, setelah beliau berhasil mejadikan Islam sebagai Agama bagi seluruh warga masyarakat Kerajaan Buton. Oleh karena itu, maka Lakilaponto menjadi Sultan Buton I dengan gelar Sultan Qaimoeddin Khalifatulhamsi.
Masa Kesultanan di Buton berlangsung selama ±420 tahun (empat abad) yang dipimpin oleh 32 orang Sultan di zaman Sarana Wolio yang berlangsung selama ±360 tahun (1538-1898), dan di zaman Penjajahan Belanda/Pendudukan Jepang dipimpin oleh 6 orang Sultan yang berlangsung hingga merdeka ±60 tahun (1898-1960). Sultan I bernama La Kilaponto/Murhum dan diakhiri dengan La Ode Muhammad Falihi sebagai Sultan ke 38 dengan gelar Sultan Oputa Yi Baadia yang merupakan ayah Drs. La Ode Manarfa, yang oleh masyarakat Buton dipanggil sebagai Sultan Buton teakhir.
Wilayah Kerajaan Wolio meliputi Pulau Buton dan sekitarnya, dengan wilayah bawahannya yang terdiri atas Kerjaan Muna meliputi Pulau Muna dan sekitarnya, Kerajaan Kamaru meliputi Buton Timur, Kerajaan Tobe-Tobe meliputi Buton Barat.
Sejak masa pemerintahan Sultan Dayanu Ikhsanuddin hingga Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin, Kesultanan Buton mengalami perkembangan yang pesat dan bahkan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin merupakan puncak kejayaan Kesultanan Buton. Selama periode pemerintahan tersebut, disempurnakan struktur pemerintahan dan penambahan jabatan-jabatan baru mulai dari Sultan, Sapati, Kenepulu, Bono Ogena, Kapitalau, Bonto Siolimbona, Lakina Agama, Lakina Sora Wolio, Lakina Baadia, dan dari 72 kadie.
Sebagai pelengkap dari pemerintaha Kesultanan Buton, juga terdapat pemerintahan Barata yang merupakan pesekutuan dari kerajaan-kerajaan merdeka yang berdiri sendiri di dalam wlayah berupa pertahanan terhadap gangguan musuh. Kerajaan yang tergabung dalam Barata meliputi: Kerajaan Muna, Kerajaan Tiworo, Kerajaan Kulisusu dan Kerajaan Kaledupa. Setiap kerajaan tersebut mempunyai dan mengatur pemerintahannya sendiri, hubungan dengan Kesultanan Buton bersifat tradisional yang diatur berdasarkan kesepakatan bersama. Musyawarah bersama pemerintah Barata terakhir berlangsung pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin yaitu pada tahun 1257 H yang ditanda tangani Sultan Kaimudin Muhammad Idrus, Sapati Latobelo, Kenepulu Lako Sarana, Kapitalao Latia, dan Ismail, Raja Muna Ismail, Raja Tiworo Muhammad, Raja Kulisusu Lamanja, Raja Kaledupa Adam, Bonto Oegena Mataeno Laperopa, dan Bonto Ogena Sukanaeo Haji Abdul Rachim (Dokumentasi DPRD, 1982:199).
Stratifikasi masyarakat pada masa ini terdiri atas 1) Raja, 2) Pemimpin kelompok-kelompok masyarakat dan pembesar kerajaan dan 3) Rakyat kebanyakan. Dalam siklus hidup masyarakat Buton, tidak terlepas dari upacara-upacara ritual, seperti upacara kelahiran, perkawinan, upacara pembukaan ladang (Kagasina Lipu) dan upacara pesta panen (Cungka Samparanga). Adapun dibidang kesenian diantaranya: seni suara, seni musik (Latutou, Nabati), seni tari (tari Gule-gule, tari Lumense, tari Galangi dan tari Mangaru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.