Kamis, 10 November 2022

Kedudukan Sejarah dalam Ilmu Pengetahuan Islam

Historiografi Arab/Islam, sangat erat hubunganya dengan perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Dimana kedudukan sejarah dalam pendidikan Islam telah memberikan pengaruh yang menentukan tingkat intelektual penulisan sejarah. Hal ini membuat historiografi Arab/Islam dengan mudah dipelajari dan dipahami dalam kerangka kebudayaan Arab/Islam.

Perkembangan peradaban Islam merupakan salah satu pencerminan besar di dalam sejarah. Beberapa hasil penelitian sarjana Barat menunjukkan bahwa: 1) Islam sebagai suatu agama dunia telah menunjukkan suatu perkembangan yang mengagumkan dalam sejarah dunia; 2) Islam sebagai agama dunia juga telah melahirkan dan memancarkan suatu peradaban yang luhur; 3) Dalam peradaban Islam, terdapat penyerapan terhadap tradisi-tradisi asing dengan terjadinya proses modifikasi dan penyisihan pada hal-hal yang dianggap tidak sesuai. Tradisi ini pun kemudian menjalar sebagian ke Barat sehingga pertumbuhan dan kehancuran peradaban Islam ketika abad ke-7 sampai dengan abad ke-12 M, telah menghilangkan hampir seluruh proses interaksi dan transformasi kebudayan, sebagaimana pengaruh konsep kebudayaan itu sendiri; 4) Peradaban Islam juga menyajikan suatu sistem yang lengkap mengenai pemikiran dan tingkah laku yang berkembang sebagai suatu dorongan utama yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhannya, alam, dan dengan manusia sendiri.

Masa jaya perkembangan kebudayaan Islam terjadi sangat cepat dan setiap kegiatan penemuan intelektual serta perkembangan suatu peradaban dapat memberikan makna terhadap manusia. Perkembangan peradaban Islam pernah mencapai puncaknya, sehingga membuat kekaguman dan pujian oleh para ilmuwan yang mengetahui bagaimana sejarah peradaban umat manusia dari berbagai bangsa di dunia dari zaman ke zaman.

Pada masa Dinasti Umayyah, wilayah Islam menjadi sangat luas dan membentang dari perbatasan Spanyol sampai dengan sungai Indis di India, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah walid bin Abdul Malik tahun 705-715 M. Dengan wilayah yang luas tersebut, secara bertahap kegiatan ilmiah/intelektual mulai dikembangkan. Sementara itu terbangunnya intelektual semakin marak dan megah pada permulaan masa Dinasti Abbasiyyah tahun 750-1258 M. Kegiatan pengembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan saat itu didasari pada persamaan, memiliki semangat kompetisi yang kreatif, dan dikendalikan oleh hukum-hukum dan tradisi-tradisi peradaban Islam.

Pada periode awal perkembangan peradaban Islam, sejarah belum termasuk dalam kerangka ilmu-ilmu yang dikembangkan dan belum mendapat kedudukan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan. Sementara itu, Al-farabi menyebutkan bahwa biografi (Akhbar Al-Nas) dan sejarah (Akhbar Al-Umam) memiliki hubungan yang erat dengan ilmu pengetahuan, sebab penyajiannya cukup menyenangkan apalagi dibumbui dengan cerita-cerita yang menarik. Demikian pula Al-kindi yang memiliki perhatian besar terhadap klasifikasi ilmu pengetahuan, namun beliau juga belum menyebutkan sejarah sebagai salah satu bagian dari ilmu pengetahuan. Pada abad ke-14, Al-Akfani menulis karya yang berisi daftar singkat karya-karya sejarah dan memberikan penghargaan besar terhadap karya-karya sejarah, serta menguraikan sebagian ilmu pengetahuan secara rinci, tetapi tidak mempunyai pasal khusus tentang sejarah. Demikian pula Ibnu khaldun dalam kitab Mukaddimahnya, juga tidak menyebutkan sejarah sebagai pembidangan ilmu yang dilakukannya.

Karya sejarah telah cukup banyak pada abad ke-10, namun sejarah masih belum dikategorikan sebagai suatu disiplin ilmu sendiri. Suatu katalogus judul-judul buku yang disebut Al-Fihrits, yang disusun oleh Ibnu Nadiem menyampaikan bab khusus yang membahas karya-karya sejarah dan merupakan bab yang cukup panjang memuat tentang ahli-ahli sejarah, nasab, biografi, dan lain-lain. Dimana pembahasan tersebut ditempatkan antara bab-bab mengenai tata bahasa Arab dan puisi. Seorang ilmuwan Islam lainnya yaitu Al-Khawarizmi pada abad yang sama, menulis sebuah buku dengan judul Miftah Al-Ulum. Buku tersebut berisi mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan Islam yang memuat bahwa Al-Akhbar sebagai suatu bab dengan sembilan pasal tentang raja-raja Persia, Romawi, Ma'ad, Yaman, Khalifah dan Raja Islam dengan berbagai istilah. Al-Khawarizmi telah menempatkan sejarah sebagai disiplin ilmu namun tidak menyebutkannya secara tegas.

Pada pertengahan abad ke-10 M, lahir sebuah karya mengagumkan dari Ibnu Farighun yang berjudul Jawami' Al-Ulum yang merupakan sebuah ensiklopedi Arab-Yunani yang paling tua. Karya ensiklopedi ini merupakan karya yang komprehensif saat itu yang membahas sejarah yang diklasifikasikan ke dalam ilmu hikmah yang meliputi: a) sejarah (Ilmu Tarikh), meliputi peristiwa-peristiwa alam seperti gempa bumi, banjir, wabah penyakit dan kelaparan; b) pergantian dinasti dengan lama kekuasaannya, iklim, dan urutan hari-hari; c) permulaan kejadian bumi dan peristiwa-peristiwa yang mengitari hari kebangkitan; d) biografi Nabi Muhammad SAW, khalifah-khalifah Quraisy; e) sejarah Baduwi dan Islam; f) dan lain-lain.

Pada abad ke-11, seorang sarjana terkemuka dari Andalus bernama Ibnu Hazm memasukkan uraian-uraian singkat mengenai sejarah di dua tempat yang penting dalam kurikulum persiapan dari ilmu-ilmu fisika-matematika dan linguistik. Selain itu Ibnu Hazm memiliki pembagian ilmu yang lebih sistematis yang terdiri trivium yang meliputi Ilmu Pengetahuan Islam (Syariah), sejarah (Al-Akhbar), dan ilmu Bahasa. Penulisan sejarah dapat dilakukan menurut urutan kronologis dinasti-dinasti, negeri-negeri, atau thabaqat-thabaqat. Sejarah bisa juga menurut urutan tahun. Sementara itu sejarah bangsa atau negeri lain di luar Islam seperti Israel, Persia, Yunani, Negro, Khazar, India, Cina, dan lain-lain yang diketahui lebih sedikit. Sejarah muslim harus diketahui secara penuh dan kebenarannya tidak diragukan. Ibnu Hazm mendidik murid-murid sejarahnya untuk tidak menghabiskan waktunya dalam mempelajari aspek-aspek tidak berguna dan diragukan dalam sejarah. Menurutnya, sejarah muslim adalah salah satu dari ilmu hukum islam dan sejajar dengan filologi Arab sebagai ilmu bantu dalam lapangan hukum Islam.

Dalam ensiklopedia Fakhruddin Razi yang berjudul Hadaiq Al-Anwar fi Haqaiq Al-Asrar, yang merupakan suatu karya Persia, dinyatakan bahwa sejarah dilakukan untuk kepentingan teologi, uraiannya mengikuti uraian ilmu hadist dan ilmu rijal Al-hadits. Bertitik tolak dari historiografi Al-Razi menemukan adanya perbedaan dengan ilmu lainnya, yaitu tidak ada uraian sistematis dalam historiografi.

Pada abad ke-9, Ibn Abi Al-Rabi menyusun kitab Suluk Al-Mamalik fi Tadbir Al-Mamalik, suatu ensiklopedi yang ditulis pada masa pemerintahan Al-Mu'tashim. Menurutnya, sejarah masuk pada kelompok ilmu pengetahuan, berdiri antara kelompok ilmu yang paling rendah yang meliputi ilmu kealaman dan ilmu kedokteran.

Pada tahun 1340 M, seorang sarjana Persia bernama Muhammad Ibnu Mahmud Al-Amuli menulis sebuah kitab sejarah berjudul Nafais Al-Funun fi Araisi Al-Uyun. Dalam buku ini sejarah menempati posisi dalam ilmu-ilmu kesusastraan Arab dan ilmu pengetahuan Islam yang merupakan pembahasan pokok pada bagian pertama buku tersebut. Sejarah disini dinamakan dengan Ilmu Al-Tawarikh wa Al-Siyar. Pada masa Al-Amuli ini, timbul suatu perkembangan baru dengan munculnya Historiografi sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan dianggap hasil dari pembahasan dalam bentuk monograf. Perkembangannya disebabkan oleh keinginan sejarah sarjana-sarjana muslim yang pada umumnya bertanggung jawab terhadap kemajuan ilmu pengetahuan Islam.







sumber:

catatan kuliah Agus Supriatna ketika menempuh pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Artikel Popular Pekan Ini