Sabtu, 27 April 2024

Gambi

 

Gambi merupakan pakinangan tradisional Buton yang khusus digunakan oleh raja/sultan. Pakinangan merupakan sebuah wadah persirihan yang terdiri atas wadah daun sirih, wadah kinang, wadah gambir, dan sebagainya. Pakinangan adalah salah satu hasil kebudayaan masa lalu yang pada saat ini keberadaannya langka. Masyarakat Indonesia mengenal pakinangan sebagai tempat sirih. Kebiasaan makan sirih merupakan kebiasaan yang universal di Indonesia. Sebelum abad ke 9 Masehi, wadah untuk bahan kinangan sudah mulai ada di Indonesia dan biasanya dipakai untuk sarana menyambut tamu terhormat.

Seperti halnya di Buton, pakinangan tradisional Buton dikenal dengan istilah Gambi yang digunakan oleh raja/sultan. Wadah induknya terbuat dari kayu dan bagian lainnya terbuat dari perak yang terdiri dari kolungku yaitu wadah kapur sirih, kimia yaitu wadah pinang, kolumpi yaitu wadah daun sirih, bangka-bangka yaitu wadah buah sejenis tumbuhan sirih dan delapan buah kopo-kopo sebagai wadah gambir dan tembakau.

 

Gambi motif yang ini ialah pakinangan tradisional Buton untuk permaisuri raja. Benda ini digunakan oleh permaisuri raja pada saat pesta-pesta adat.  Wadahnya terbuat dari kayu dan bagian-bagian wadahnya terbuat dari perak yang terdiri dari:

  1. kolungku yaitu wadah kapur,
  2. bangka-bangka yaitu wadah bawulu (buah tumbuhan sejenis sirih),
  3. kimia yaitu wadah pinang,
  4. kalumpi (kotibu) yaitu wadah daun sirih, dan
  5. empat buah kopo-kopo yaitu wadah tembakau dan gambir

 Adapun untuk wilayah Kendari dan Kolaka, wadah seperti ini disebut dengan istilah powulea. Di wilayah Muna, juga terdapat gambi yang dikenal dengan istilah gambi palemba. Gambi palemba terbuat dari kayu dengan corak dan motif yang khas menurut selera pembuatnya. Pada bagian dalam dibuat beberapa petak. Masing-masing petak berfungsi sebagai wadah untuk kapur, sirih, pinang, gambir dan lain-lain.

Gambi lainnya di wilayah Muna dikenal dengan gambi sau. Gambi sau merupakan pakinangan kayu yang digunakan oleh kalangan masyarakat luas, baik laki-laki maupun perempuan yang mempunyai kebiasaan makan sirih.

Pakinangan lainnya yang terdapat di Buton, disebut toba. Dimana istilah toba dalam bahasa Buton berarti pakinangan. Bagian-bagian wadahnya diletakkan di atas tutup yang terdiri dari wadah kapur yang disebut kolungku, empat buah cepuk sebagai wadah gambir dan pinang yang disebut bunu-bunu dan sebuah tempat sirih yang disebut kalumpi.


Toba digunakan oleh kalangan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kebiasaan makan sirih. Sekarang toba berfungsi sebagai perhiasan rumah tangga. Adapun bentuk toba memiliki kesamaan bentuk dengan pakinangannya masyarakat gorontalo yang dapat dilihat di Museum Provinsi Gorontalo. Adapun pakinangan tersebut disebut dengan istilah pakinangan/pomama (brass betel container). Pomama memiliki wadah besar, 3 wadah kecil tanpa tutup dan 2 wadah kecil dengan tutup. Terbuat dari kuningan dan biasanya terdiri dari wadah penyimpanan daun sirih, pinang, gambir dan kapur. Pomama secara adat biasanya diletakkan di ruang tamu sebagai sarana menyambut tamu.

                                                                Pomama, Pakinangan Gorontalo



Sumber rujukan:

Anonim. 1991. "Koleksi Etnografi Museum Negeri Propinsi Sulawesi Tenggara". Kendari: Ud. Iwan Perdana

Kusumo,RA. MM. Pandasari. 2006. "Komponen Pakinangan Dalam Ekspresi Kriya Logam". Yogyakarta: PPS ISI Yogyakarta

Suhartati, dkk. "Pakinangan Masyarakat Jawa Tengah". Pekalongan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Tengah Museum Jawa Tengah Ranggawarsita

https://museum.kemdikbud.go.id/koleksi/profile/pakinangan_17948. diakses 27 April 2024

https://museum.gorontaloprov.go.id/pakinangan-pomama-brass-betel-container/. diakses 29 April 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Artikel Popular Pekan Ini